Tiga Pesantren ini Dapat Dijadikan Model untuk Pengembangan Pesantren Muhammadiyah

    Tiga Pesantren ini Dapat Dijadikan Model untuk Pengembangan Pesantren Muhammadiyah

    YOGYAKARTA - Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, memberikan apresiasi terhadap pesatnya perkembangan pesantren Muhammadiyah di Indonesia. Saat ini, tercatat sekitar 440 pesantren Muhammadiyah yang telah tersebar di seluruh penjuru negeri. Meski demikian, Haedar juga menekankan pentingnya meningkatkan kualitas pesantren seiring dengan peningkatan kuantitas yang signifikan ini.

    Dalam acara Penutupan Rapat Kerja Nasional Lembaga Pengembangan Pesantren Pimpinan Pusat (LP2 PP) Muhammadiyah, yang diadakan pada Ahad (09/07) di Muhammadiyah Boarding School (MBS) Prambanan, Yogyakarta, Haedar menyebut tiga pesantren Muhammadiyah yang dapat dijadikan contoh atau model bagi pesantren Muhammadiyah lainnya.

    Salah satu pesantren yang menjadi model pertama adalah Muhammadiyah Boarding School (MBS) Prambanan di Yogyakarta. Haedar mengungkapkan kebanggaannya terhadap pesatnya perkembangan MBS Prambanan yang dalam waktu 15 tahun telah memiliki area institusi pendidikan seluas 16 hektar dan telah meluluskan ribuan alumni. Bukan hanya itu, banyak lulusan MBS Prambanan yang berhasil melanjutkan pendidikan ke Timur Tengah, menunjukkan perpaduan harmonis antara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai.

    “Saat ini, dari nol meter dalam tempo 15 tahun, luas area MBS Prambanan telah mencapai 16 hektar, dan semuanya dibangun dengan dana internal. Tahun ini saja, MBS Prambanan telah berhasil mengirimkan 58 santri ke Timur Tengah dan sekitar 48 santri melanjutkan studi mereka di Al-Azhar Mesir, ” ungkap Haedar.

    Model kedua yang disebutkan adalah Madrasah Muallimin-Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta. Pesantren ini memiliki nilai sejarah yang kuat karena didirikan sejak zaman KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Muallimin-Muallimat telah berhasil melintasi berbagai zaman dan menghasilkan lulusan yang berkontribusi di berbagai bidang seperti politik, sosial, keagamaan, dan akademis.

    Sedangkan model ketiga yang diperkenalkan adalah Darul Arqom Muhammadiyah Garut. Pesantren ini didirikan berdasarkan amanat Muktamar Muhammadiyah Padang tahun 1975. Banyak lulusan Darul Arqom Garut yang telah sukses menjadi politisi, akademisi, dan bahkan pengusaha.

    “Kita punya model pesantren Muhammadiyah yang mengalami inovasi, bahasa Muhammadiyahnya tajdid. Muhammadiyah Boarding School ialah manifestasi dari pesantren Muhammadiyah yang modern. Dari ketiga contoh ini, Muhammadiyah bisa mengembangkan pesantren yang khas Muhammadiyah, ” tutur Haedar.

    Dengan adanya ketiga pesantren tersebut sebagai model, Haedar berharap pesantren Muhammadiyah di seluruh Indonesia dapat mengambil pelajaran dan meniru langkah-langkah yang telah terbukti sukses. Haedar meyakini bahwa dengan meneladani ketiga pesantren yang telah mapan tersebut, pesantren-pesantren Muhammadiyah di seluruh Indonesia akan mampu memberikan pendidikan yang berkualitas dan mampu mencetak generasi muda yang berdaya saing tinggi serta berkontribusi nyata dalam pembangunan bangsa. (***)

    muhammadiyah pesantren haedar nashir yogyakarta prambanan darul arqom al-azhar mesir
    Updates.

    Updates.

    Artikel Sebelumnya

    Dr. Ing. Ilham Habibie: International University...

    Artikel Berikutnya

    Hendri Kampai: Macan Versus Banteng di Antara...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Hendri Kampai: Merah Putih, Bukan Abu-Abu, Sekarang Saatnya Indonesia Berani Jadi Benar
    Hendri Kampai: Swasembada Pangan dan Paradoks Kebijakan
    Hendri Kampai: Negara Gagal Ketika Rakyat Ditekan dan Oligarki Diberi Hak Istimewa
    Hendri Kampai: Pemimpin Inlander Selalu Bergantung pada Asing

    Ikuti Kami