Pergilah Anakku, Busur   T’lah Dilepas

    Pergilah Anakku, Busur   T’lah Dilepas

    BANDUNG - Busur  t’lah dilepas, sebuah istilah saja, yang kuberikan, seperti yang  pernah dirasakan kedua orang tuaku, dulu, ketika hendak melepasku dari rumah  pergi ke kota lain, tuk sekolah, tuk Kerja, berumah tangga yang menetap jauh dikota lain.

    Kutatap wajah, kedua orang tuaku, saat mencium tanganya, sebuah doa dari mulutnya tak terdengar satu kata pun. Hanya makna yang sulit untuk kutangkap wajah yang  terlihat gembira, tapi ada sesuatu yang terselip pada rasa yang tersimpan rapat di lubuk hatinya.

    Sementara aku, tak merasakannya, biasa-biasa saja, senang-senang saja, positif-positif saja  terkadang  hanya terfikir agar segera menyelesaikan studi, agar dapat  bekerja di tempat yang baik, agar dapat berumah tangga sesuai harapan kedua orang tuaku.

    Siang tadi, setelah dua hari berada di rumah, anakku pamit untuk kembali kekotanya, dan Aku memintanya untuk bersegera, .khawatir bila  terkena macet, telat dan sebagainya.

    Sesungguhnya, hati ini berkata lain, tak ingin melepasnya. Ada suatu rasa yang juga pernah  dirasakan oleh kedua orang tuaku dulu. Kini, rasa itu baru dapat aku rasakan.

    Melihat kamar tidurnya kosong, buku, mainan, baju, sajadahnya. Isteriku hanya mengingat-ingat makanan kesukaannya.

    Rumah sepi, berpenghuni dua orang saja, Aku dan isteri. Berharap kapan anak-anak kembali

    Seperti juga, harapan kedua orang tua-ku dulu
    Bila ku pulang, senang sekali. Mereka telah menyiapkan makanan kesukaanku. Sambil duduk berhadapan selalu memperhatikan anaknya. Rindu…. rasanya.

    Kedua orang tuaku, telah tiada, berharap, anaknya dapat memandikan ketika wafatnya, itu telah kulakukan.

    Berharap, anaknya menjadi imam saat shalat jenazahnya, Itu pun telah kulakukan.

    Berharap, anaknya mengusung krandanya ke kuburan, Itu pun, telah kulakukan.

    Berharap, anaknya yang menguburkannya, itu pun, telah kulakukan.

    Berharap, anaknya selalu mendoakannya pada baqda setiap shalatnya, itu pun, telah kulakukan.

    Sama hal nya, kini Aku berharap, pada busur yang  t’lah dilepas. Amin.

    Bandung

    Eddy Syarif

    Tukang Foto Keliling

    bandung eddy syarif
    Tony Rosyid

    Tony Rosyid

    Artikel Sebelumnya

    Kaum Sodom, Sejarah Terulang Kembali

    Artikel Berikutnya

    Novita Wijayanti Apresiasi Progres Pembangunan...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Hendri Kampai: Merah Putih, Bukan Abu-Abu, Sekarang Saatnya Indonesia Berani Jadi Benar
    Hendri Kampai: Swasembada Pangan dan Paradoks Kebijakan
    Hendri Kampai: Negara Gagal Ketika Rakyat Ditekan dan Oligarki Diberi Hak Istimewa
    Hendri Kampai: Pemimpin Inlander Selalu Bergantung pada Asing

    Ikuti Kami