Ilham Bintang: Perlu Sikap Kritis Tanggapi Anjuran Bebas Antigen dan PCR

    Ilham Bintang: Perlu Sikap Kritis Tanggapi Anjuran Bebas Antigen dan PCR
    Ilham Bintang, Jurnalis Senior Indonesia

    JAKARTA - Test lagi. Terbaru Selasa (8/3) pagi, saya test Antigen  dan  PCR lagi. Ini entah keberapapuluh kali sudah  test Antigen dan PCR secara pribadi maupun full team. Test  Antigen, hasilnya dalam 20 menit bisa diketahui hari itu. Alhamdulillah,  negatif. Tinggal tunggu konfirmasi hasil PCR yang dijanjikan sore itu juga.

    Selama hasil PCR belum keluar, kami disarankan tidak berinteraksi satu sama lain dan dengan siapapun.  Yang menganjurkan dokter spesialis berdasar pertimbangan medis. Mengikuti petunjuk itu kami pun   tetap mengurung diri di dalam kamar. Putra saya punya pengalaman hasil Swab Antigen dan PCR nya berbeda. Pagi, Antigen negatif, tapi malam hasil PCR positif.  

    Hasil PCR keluar Maghrib. Alhamdulillah, negatif. Tapi itu belum dianggap bisa bebas merdeka. Perhitungkan dulu masa inkubasi virus. 

    Dua Pandangan

    Kami test kemarin  full team. Diikuti semua anak, cucu, menantu. Ikut juga Satpam, ART, dan Suster. Kami  bertetangga, bersebelahan rumah di dalam satu komplek perumahan, maka dipastikan selalu kontak erat. Kayak korek api, satu pentulnya terkena, maka harus periksa semua.

    Mau apa lagi? Adabnya sudah begini. Kami tidak bisa percaya begitu saja anjuran pemerintah yang menganggap masyarakat tidak perlu  lagi  test Antigen maupun PCR.  Seperti diumumkan Koordinator Penanganan Covid19 Jawa - Bali, Luhut Binsar Panjaitan, Senin (7/3). 

    Satgas Covid19 selanjutnya mengeluarkan aturan terbaru untuk pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN). Para pelaku perjalanan dalam negeri atau domestik yang telah disuntik vaksin Corona dosis kedua atau ketiga tak perlu lagi menunjukkan hasil negatif tes antigen-PCR.

    Aturan tersebut tertera dalam Surat Edaran Satgas COVID-19 Nomor 11 Tahun 2022 tentang Ketentuan Perjalanan Orang dalam Negeri pada Masa Pandemi COVID-19, Selasa (8/3). Ketua Bidang Komunikasi Publik Satgas Covid-19, Hery Trianto, membenarkan ketentuan itu bersifat umum. Maksudnya, itu berlaku untuk seluruh masyarakat, melakukan perjalanan domestik atau tidak. 

    Hery mengakui memang sempat ada kendala saat penerapannya di lapangan kemarin. Banyak  penumpang di bandara  cekcok dengan petugas. Karena petugas tetap memberlakukan aturan lama, semua penumpang harus swab.

    "Petugas belum terima informasi perubahan. Perubahan  harus punya alas hukum dari Satgas Covid19. Selanjutnya difollow up instansi terkait seperti Kemenhub. Satgas Covid19  baru Selasa siang keluarkan buat alas hukum perubahan itu dilanjutkan Kemenhub  sore hari, " cerita Hery Rabu, (9/3) pagi.

    Supaya tidak menimbulkan masalah di lapangan, ia sependapat selayaknya setiap  perubahan, pemerintah sosialisasikan  dulu kepada  semua petugas di lapangan sebelum diumumkan ke publik.  

    Kisah Keluarga Kami 

    Berawal Jumat (4/3) satu cucu positif. Sekeluarga pun PCR. Ayahnya, hasil PCR negatif, tetapi malam hari  merasakan gejala sama dengan cucu. Menyusul kemudian, putra kedua, di lain rumah, positif. Hasil PCR itu dia dapat Senin malam. Hari Minggu kami beraktifitas bersama. Boleh dibilang kontak erat, karena latihan yoga bareng. Otomatis saya dan istri harus swab PCR beserta seluruh keluarga besar.

    Cucu, gejalanya memang cuma demam dan tenggorokan sakit. Hari  Senin berangsur pulih. Selasa sudah sekolah Pembelajaran Jarak Jauh ( PJJ). Ayahnya Senin demam,  tapi Selasa pagi  sudah  reda, tinggal rasa pusing, dan tenggorokan sakit hingga sekarang.

    Sedangkan putra yang kedua sama sekali tak bergejala. Varian baru Covid19 memang terkenal  cepat menular. Sulit  diketahui persis di mana penularan terjadi.  Tak tahu pula kapan dan di mana aktifitas kita sendiri yang bisa menularkan kepada orang lain. 

    Sejauh catatan, varian ini memang berdampak ringan. Tetapi tetap berbahaya bagi pasien yang komorbid, punya penyakit bawaan.

    Update kasus Covid19 Selasa (8/3) tercatat 30.148 kasus baru. Yang wafat 401 jiwa. Angka tertinggi selama penyebaran varian Omicron. Belum ada rumus pasti kita betul - betul negatif virus. Bisa saja hasil PCR negatif, tapi deteksi itu terjadi sebelum masa inkubasi.

    Berdasar saran dokter, keluarga  kami mencoba mendasarkan pada patokan masa inkubasi virus :1-14 hari. Dengan patokan itu, meski  hasil PCR seluruh anggota keluarga negatif, masih dianggap belum aman.

    Berdasarkan kontak saya dengan putra yang positif itu hari Minggu, dihitunglah masa inkubasi minimal 5 hari. Maka, hari Jumat harus swab lagi untuk lebih memastikan negatif. Biarpun Selasa malam negatif, seluruh anggota keluarga tetap diminta "lockdown". Belum  boleh kontak fisik masing - masing.

    Saya sebenarnya menawar kenapa tidak ikut pertimbangan pemerintah yang sudah membebaskan keharusan swab Antigen dan PCR bahkan di tempat umum. Yang menentang, mengajukan pandangan bagaimana dengan gejala OTG. Atau ditest sebelum masa inkubasi terjadi? 

    Alasan yang lebih obyektif, jumlah vaksinasi sendiri belum optimal. Koran Tempo edisi Selasa (8/3) mengutip Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono yang memaparkan jumlah vaksinasi yang telah dilaksanakan pemerintah.

    Hingga Senin (7/3) siang, tercatat 192 .068.763 orang telah menjalani vaksinasi dosis pertama. Dosis kedua : 148.021.351 orang. Adapun dosis ketiga (booster) baru mencapai  angka 12.487.116 orang.

    Belum sampai sepuluh persen dari jumlah yang sudah mendapat dosis kedua, apalagi dosis pertama. Pasien yang  terpapar Covid19 justru kebanyakan sudah vaksin lengkap. Cucu saya sudah vaksin dua dosis, begitu juga kakaknya, ayahnya dan ibunya. Putra kedua saya yang positif malah sudah booster, tetap masih kena walau tidak bergejala.

    Bukan bermaksud menentang kehendak pemerintah, namun kami akhirnya sepakat  test sementara waktu ini adalah sebaik-baiknya sikap merespons virus Covid19. Jangan lupa pula, secara individu, tentu kita berbeda satu sama lain merasakan efek  serangan virus itu. Ujungnya  tiap  Individu sendiri  lah yang pertama-tama  akan menanggung/merasakan risikonya.

    Secara kesehatan maupun secara ekonomi. Singkatnya, lebih baik lebih dini sadar, melindungi diri sendiri, keluarga, tetangga, sahabat, kawan kerja, dan sesama jemaah masjid. Caranya justru harus rajin memeriksakan diri ( test). Bismillah.

    Jakarta, 9 Maret 2022

    Ilham Bintang

    Jurnalis Senior Indonesia

    Ilham Bintang
    Ernest Hendri

    Ernest Hendri

    Artikel Sebelumnya

    Percepat Bansos BPNT Melalui Kantor Pos,...

    Artikel Berikutnya

    Novita Wijayanti Apresiasi Progres Pembangunan...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Hendri Kampai: Merah Putih, Bukan Abu-Abu, Sekarang Saatnya Indonesia Berani Jadi Benar
    Hendri Kampai: Swasembada Pangan dan Paradoks Kebijakan
    Hendri Kampai: Negara Gagal Ketika Rakyat Ditekan dan Oligarki Diberi Hak Istimewa
    Hendri Kampai: Pemimpin Inlander Selalu Bergantung pada Asing

    Ikuti Kami